3.08.2009

Maulid Nabi Muhammad saw.

Maulid berarti peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maulid sebenarnya bukan hari raya Islam. Islam hanya mempunyai dua hari raya: Idul Fitri dan Idul Adha. Meski demikian, peringatan kelahiran Nabi selalu disambut antusias oleh umat Islam dengan berbagai momen ritual layaknya hari raya. Namun, di balik keramaian ritus perayaan itu, Maulid sesungguhnya memiliki makna penting sebagai simbol kedamaian dakwah Islam.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut juga Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalija (gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu) yang ditabuh di halaman Masjid Demak saat perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam memasuki pintu gerbang 'pengampunan' yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni). Pada masa kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata 'gerebeg' artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Peringatan Maulid pertama kali dilakukan oleh Sultan Salahuddin al-Ayubi (Sultan Saladin) tahun 580 Hijriah (1184 M). Peringatan HUT Nabi Muhammad itu awalnya untuk membangkitkan semangat umat Islam yang sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan.

Meskipun secara politis ada satu khalifah dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad, namun sejatinya umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Kekhalifahan Baghdad hanya lambang persatuan spiritual umat Islam belaka.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Saladin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam bergelora kembali. Saladin berhasil menghimpun kekuatan umat Islam sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem dan Masjidil Aqsa dapat direbut kembali.

Meski memenangkan peperangan, Saladin meniru Rasulullah dengan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap penduduk Yerusalem dan tentara musuh. Perlakuan manusiawi Saladin terhadap lawan-lawannya itulah yang membuatnya begitu dihormati oleh kawan dan lawannya. Pada tingkat tertentu penggambaran sosok Saladin dalam film Kingdom of Heaven relatif mampu memberikan gambaran keluhuran pribadi Saladin.

Penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan juga dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab ketika menaklukkan Yerusalem. Sesaat setelah pasukannya memasuki Kota Yerusalem, seorang pimpinan masyarakat Kristen mendatangi Umar untuk menyatakan ketundukannya pada penguasa baru itu. Pemimpin itu juga menawarkan Umar dan pasukannya untuk melaksanakan shalat di gereja yang dipimpinannya mengingat waktu shalat telah tiba.

amun secara tegas Umar menolak tawaran tersebut. “Jika aku shalat di gereja setelah penaklukan, aku khawatir suatu hari nanti umat Islam akan menghancurkan gereja-gereja untuk didirikan masjid,” kata Umar. Sikap Umar itu menunjukkan kehati-hatian dan pandangan jauh ke depan seorang pemimpin karena seringkali pengikut (clien) melakukan tindakan yang lebih ekstrem dari yang pernah dilakukan patronnya.

Pun demikian, Rasulullah dengan lapang dada menebarkan rahmat dan pemafaannya kepada penduduk Mekkah ketika beliau berhasil menaklukan kota itu. Muhammad tidak melakukan pembalasan dendam meski ia mampu melakukan itu.

Padahal, ia dan pengikutnya pernah merasakan kekejaman penduduk Mekkah dan terusir dari kota itu. Bahkan penaklukan yang melibatkan kekuatan besar itu terjadi tanpa meneteskan setitik darah pun. Karena itulah adalah wajar bila Gaul Labon menganggap Muhammad sebagai pemimpin terbesar dan tidak ada seorang pun yang dapat menandingi kebesarannya, dan Michael H Hart menobatkannya sebagai manusia paling berpengaruh dalam perubahan sejarah manusia. Penghargaan juga diungkapkan oleh Sir George Bernard Show dengan menyebut Muhammad sebagai savior of humanity.


0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Pengikut